Sembahyang atau Puja Bakti adalah ungkapan rasa sradha / keyakinan kepada agama yang dianut, oleh karena itu sikap dan tata cara sembahyang harus dilakukan dengan sempurna.
1. ANJALI
ARTI DAN CARA BERANJALI
Sikap memberi hormat dan bersujud dengan merangkapkan kedua telapak tangan di depan dada, yang berarti sebagai lambang dari bunga teratai yang masih kuncup (setiap manusia mempunyai benih ke-Buddhaan).
2. WENSIN
ARTI WENSIN
Ku menghadap kepada yang ku Muliakan, ku memberi salam dan penghormatan, serta mengingat Suri Tauladan dan Ajaran-Nya yang dapat memuliakan dan mensucikan diriku.
CARA WENSIN
1. Berdiri tegak di depan Altar atau di depan bantal sembahyang, kedua telapak tangan bersikap anjali. Jarak antara kedua telapak kaki sebanding dengan jarak antara kedua bahu.
2. Badan dibungkukkan ke bawah dengan posisi 90 derajat, kedua telapak tangan yang masih bersikap anjali, diturunkan sampai ke bawah pusar (lebih kurang 3 jari dI bawah pusar). Pada saat yang bersamaan sikap tangan yang beranjali berubah, yaitu jari tengah, jari manis dan jari kelingking telapak tangan kanan diletakkan di atas jari-jari telapak tangan kiri, Sedangkan jari telunjuk tangan kanan bertemu dengan jari telunjuk tangan kiri, saling menyentuh membentuk segi tiga, ibu jari tangan kiri diletakkan di atas kuku ibu jari tangan kanan, dengan posisi menempel ke jari tengah tangan kanan.
3. Perlahan-lahan badan naik kembali hingga tegak, pada saat yang bersamaan kedua telapak tangan dengan posisi masih seperti di atas dinaikkan sampai kedua ujung telunjuk yang bersentuhan itu menyentuh di antara kedua alis mata, yang mengandung arti : PENCERAPAN KEKUATAN SUTRA dan MANTRA YANG DIBACA, dalam hati memuja AMITABHA BUDDHA.
4. Kemudian kedua Telapak tangan diturunkan kembali di depan dada, dan bersikap anjali kembali. Setiap umat yang datang ke Vihara, Cetya maupun Klenteng wajib memberi hormat, antara lain dengan melakukan WENSIN, (bila memungkinkan ditambah dengan NAMASKARA dan TIAM HIO / menyalakan dupa).
3. NAMASKARA
ARTI NAMASKARA
Penghormatan yang dilandasi dengan sikap pasrah dan sikap sujud melaksanakan Ajaran Buddha, yang mengandung makna :
Kepada yang aku hormati, Kupersembahkan jiwa dan ragaku ; “Namo Buddhaya, Namo Dharmaya, Namo Sanghaya, Namo Amitabha Buddhaya. SVAHA". Aku membuka kedua telapak tanganku untuk memohon Berkah, Bimbingan dan Ajaran-Nya. Ku kepal telapak tanganku, tanda aku menerima Ajaran dan Berkah-Nya. Aku membalikkan telapak tanganku, melepaskannya kembali, menempel di lantai, untuk menyatakan aku siap memegangnya sebagai pedoman dalam pelaksanaan hidupku sehari-hari.
CARA NAMASKARA
Dilakukan setelah Beranjali dan Wensin, caranya ;
1. Pertama-tama tangan bersikap anjali, kemudian badan dibungkukkan. Sewaktu hendak berlutut, terlebih dahulu telapak tangan diturunkan ke lantai, dimulai dari : telapak tangan kanan diturunkan sampai menekan bantal, pada posisi ditengah-tengah kedua lutut, sambil mengucapkan : NAMO BUDDHAYA lalu diikuti dengan kedua lutut diturunkan menekan bantal / lantai.
2. Telapak tangan kiri diturunkan ke lantai dengan jarak selebar bahu dan diletakkan di depan telapak tangan kanan sambil mengucapkan : NAMO DHARMAYA.
3. Telapak tangan kanan dipindahkan sejajar dengan telapak tangan kiri sambil mengucapkan : NAMO SANGHAYA. SVAHA
Yang berarti : Kepada yang aku hormati, ku menyerahkan jiwa dan ragaku.
4. Kepala ditundukkan hingga menyentuh lantai pada posisi di antara kedua telapak tangan, artinya kita menyerahkan diri dan menyatakan berlindung kepada kebesaran Buddha, Dharma dan Sangha, bersama dengan itu kedua telapak tangan dikepal, dibalik dengan cara diputarkan perlahan-lahan, lalum dibuka, yang berarti kita memohon Bimbingan / Ajaran dan Berkah-Nya.
5. kedua telapak tangan dikepal kembali, artinya kita menerima Berkah-Nya.
6. Membalik telapak tangan dengan cara diputar perlahan-lahan dan meletakkan kembali ke lantai, lalu kepalan tangan dilepaskan, menyatakan aku siap memegang / Ajaran dan BerkahNya sebagai pedoman daiam pelaksanaan hidupku sehari-hari.
7. Telapak tangan kanan dipindahkan kembali ke posisi no 1, yaitu ditengah-tengah kedua lutut, telapak tangan kiri diangkat ke atas dan beranjali di depan dada.
8. Telapak tangan kanan mendorong, agar badan dan kedua lutut naik. Setelah itu telapak tangan kanan dinaikkan sampai pada posisi di depan dada, menyatu dengan telapak tangan kiri, dan kembali bersikap anjali, badan tegak kembali.
MANFAAT NAMASKARA
Setiap umat Buddha wajib setiap hari bernamaskara kepada Buddha, Dharma dan Sangha dengan tulus dan iklas. Bila cara ini dilakukan terus menerus, dapat mengikat jodoh yang lebih erat dengan Tri Ratna, sehingga kelahiran yang akan datang dilahirkan dalam Surga Buddha atau dilahirkan dalam lingkungan keluarga yang saleh dalam beragama Buddha, dan mempunyai kesadaran yang lebih tinggi
4. JUBAH
Model jubah yang sekarang ini digunakan adalah pengaruh dari model pakaian ketika jaman Dinasti Tang di Tiongkok. Yang membedakan Changsah (baju Dinasti Tang) dengan jubah / Hai Ching adalah kotak dan garis-garis jahitan pada kerah baju.
Jubah dengan warna hitam mengandung arti “Chan Hui I” yaitu :
mengingatkan kepada kita, bahwa diri ini masih banyak kekurangan, sehingga perlu penyesalan, dan menyerahkan diri dalam PERLINDUNGAN BUDDHA, selalu ingat kepada BUDDHA, AJARAN-Nya dan PERJUANGAN-PERJUANGAN-Nya dalam MEMBINA DIRI MENUJU KESUCIAN (SANGHA), yaitu :
Tidak berbuat jahat, Perbanyak Perbuatan Kebajikan, Sucikan hati dan pikiran (Sanghaya).
Warna hitam adalah warna KESEMPURNAAN dengan pengertian SEMOGA TERCAPAILAH CITA-CITA KITA YANG LUHUR INI.
Comments
RSS feed for comments to this post