Bab 23
Bhaisajaraja
Pada saat itu Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna (Kumpulan Raja Bunga) menyapa Sang Buddha, seraya berkata: “Yang Maha Agung! Bagaimanakah Bodhisatva Bhaisajaraja (Raja Pengobat) berkelena di dunia Saha ini? Yang Maha Agung! Bodhisatva Bhaisajaraja telah menjalankan ratusan, ribuan, puluhan ribu koti nayuta pelaksanaan dhuta (Latihan keras). Baiklah, Yang Maha Agung! Sudilah kiranya Beliau untuk menjelaskannya? Segenap para dewata, naga, yaksha, gandharva, asura, garuda, kimnara, mahoraga, manusia dan yang bukan manusia. Begitu pula kelompok para Sravaka dan Bodhisatva yang telah tiba dari dunia-dunia lainnya, semuanya menanti penjelasanmu.”
Kemudian Sang Buddha menyapa Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna, seraya berkata: “Dahulu silam, banyak kalpa yang jumlahnya bagaikan pasir-pasir di sungai Gangga, terdapat Sang Buddha bergelar Kandravimalasuryaprabasasri (Kebajikan Mentari Rembulan Suci Cemerlang) 1.Tathagata 2.Patut Dipuja 3.Bijaksana 4.Sempurna 5.Bebas 6.Pemaham 7.Termulia 8.Pembina 9.Sang Guru 10.Buddha Yang Maha Agung. Buddha tersebut mempunyai 80 koti Bodhisatva Mahasatva pengikut dan kelompok para Sravaka sejumlah pasir-pasir di 79 sungai Gangga. Usia Buddha Kandravimalasuryaprabasasri sepanjang 42 ribu kalpa, dan begitu pula usia para Bodhisattvanya. Di alam tersebut, tiada jenis wanita. Tiada pula alam neraka, setan lapar, hewan dan asura; Tiada godaan maupun penderitaan. Buminya rata datar bagaikan telapak tangan, terbuat dari lapis lazuli, berhiaskan pepohonan permata, terselimuti oleh tirai-tirai permata, bergelantungan bunga-bunga permata, terpenuhi pot-pot kembang dan anglo-anglo permata. Terdapat pula menara-menara dari 7 benda berharga, masing-masing disertai sebuah pohon yang berjarak satu jangkauan anak panah darinya. Para Bodhisatva dan Sravaka berteduh dibawah pepohonan tersebut. Disetiap menara permata terdapat ratusan koti mahluk-mahluk kesurgaan yang memainkan segala macam alunan musik dan menyayikan lagu-lagu pujian sebagai pujaan kepada Buddha Kandravimalasuryaprabasasri.
“Pada saat itu Buddha Kandravimalasuryaprabasasri menceramahkan Sutra Teratai kepada Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana (Digemari Mahluk), kelompok Bodhisatva dan kelompok Sravaka. Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana senantiasa menjalankan pelaksanaan dhuta. Didalam masa Dharma Buddha Kandravimalasuryaprabasasri, ia mencurahkan diri dengan sepenuhnya, berkelena kian kemari, mencari Jalan KeBuddhaan selama 12,000 tahun. Sesudah masa itu, ia berhasil mencapai samadhi Sarvarupasandarsana (Penjelmaan Segala Rupa). Setelah memperoleh samadhi ini, hatinya menjadi penuh gembira dan ia merenungkan: ‘Keberhasilan ku akan pencapaian daya samadhi ini adalah semata-mata berkat mendengar Dharma Sutra Teratai. Kini aku harus membuat persembahan kepada Buddha Kandravimalasuryaprabasasri dan Sutra Teratai!
“Segera, ia memasuki samadhi dan dari tengah-tengah langit menghujankan bunga-bunga mandarava dan maha mandarava, serta serbuk kayu cendana keras hitam yang memenuhi seluruh langit bagaikan gumpalan awan. Ia menghujankan pula dedupaan kayu cendana yang bertumbuhan hanya di pantai kawasan selatan. 6 karsha dari dedupaan ini seharga satu dunia Saha. Semua ini ia persembahkan kepada Buddha Kandravimalasuryaprabasasri.
“Sesudah itu, ia bangkit dari samadhinya dan merenungkan: ‘Meski aku telah sedemikian memuliakan Sang Guru Buddha, namun tidaklah sepadan dengan persembahan tubuhku sendiri.’
“Kemudian ia menelan berbagai macam haruman, dedupaan kayu cendana, kunduruka, turushka, prikka, gaharu dan dammar. Selama 1,200 tahun penuh, ia meminum pula minyak wewangian bunga champaka dan bunga-bunga lainnya. Sesudah itu, ia meminyaki seluruh tubuhnya dengan segala macam wewangian dan kemudian pergi menghadap Buddha Kandravimalasuryaprabasasri. Lalu mengenakan jubah kesurgaan, menyiram tubuhnya dengan minyak haruman, dan kemudian dengan daya kekuatan gaibnya, membakar nyala tubuhnya sendiri. Kilauan dari tubuhnya menerangi dunia-dunia yang jumlahnya bagaikan pasir-pasir di 80 koti sungai Gangga. Para Buddha yang berada didalam dunia-dunia ini serentak memuji: ‘Bagus sekali, bagus sekali, putera baik! Inilah yang disebut ketekunan sejati. Inilah yang disebut persembahan Dharma kepada Sang Tathagata. Meski seseorang memuliakan Sang Tathagata dengan bebungaan, dedupaan, kalungan, dupa bakar, bubuk dedupaan, salep dedupaan, tirai dan bendera kesurgaan, serta dedupaan dari kayu cendana yang bertumbuhan hanya di pantai kawasan selatan, namun demikian tidaklah sepadan dengan persembahan Dharma semacam ini! Meski seseorang mendanakan negeri, kota, istri dan anaknya, namun demikian tidaklah sepadan dengan persembahan Dharma semacam ini! Wahai putera baik, inilah persembahan yang termulia. Dari segala macam persembahan, inilah yang paling berharga (Melenyapkan segenap ke-akuan).’
“Sesudah bersabda demikian, para Buddha berdiam kembali. Dengan demikian, raga Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana membara selama 1,200 tahun (Berkat daya samadhinya, ia tidak merasa sakit sedikitpun). Ketika usianya telah berakhir, ia terlahir kembali di alam Buddha Kandravimalasuryaprabasasri, dikediaman raja Vimaladatta (Kebajikan Suci). Duduk bersila, ia terlahir secara transformasi dan segera ia menyapa ayahnya (Vimaladatta), seraya berkata:
Ketahuilah wahai Raja Agung!
Ketika berkelena disuatu tempat,
aku mencapai samadhi Penjelmaan Segala Rupa.
Aku telah mencurahkan diri dengan sepenuhnya,
mempersembahkan tubuh yang ku cintai ini.
“Setelah mengucapkan syair ini, ia berkata lagi kepada ayahnya: ‘Sebelumnya, aku telah membakar tubuhku sebagai persembahan kepada Buddha Kandravimalasuryaprabasasri sehingga aku mencapai dharani Pemahaman Segala Bahasa. Lagipula, aku telah mendengar Dharma Sutra Teratai ini dengan 800 ribuan, puluhan ribu koti nayuta, kankara, vivara, akshobhya syairnya. Wahai Sang raja agung! Kini aku berhasrat membuat persembahan lagi kepada Buddha Kandravimalasuryaprabasasri.’
“Kemudian ia menaiki sebuah menara 7 benda berharga, mengendarainya ke langit setinggi 7 pohon tala, dan maju ke hadapan Buddha Kandravimalasuryaprabasasri, bersujud dihadapanNya, dan dengan tangan terkatup memuja dengan syair:
Raut wajah yang langka dan menakjubkan,
Sinar cahayaNya menerangi 10 penjuru alam semesta!
Dikehidupan lampau aku memuliakanMu,
dan kini aku kembali mendekatiMu.
“Kemudian ia berkata kepada Buddha Kandravimalasuryaprabasasri: ‘Yang Maha Agung! Apakah Beliau masih hidup didunia ini?’
“Kemudian Buddha Kandravimalasuryaprabasasri menjawab Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana: ‘Wahai putera baik! Kini telah tiba waktuKu untuk memasuki Nirvana. Telah tiba kemokshaanKu. Sediakanlah tempat tidur yang nyaman, karena malam ini juga aku akan memasuki PariNirvana.’
“Beliau juga mentitahkan Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana, seraya berkata: ‘Wahai putera baik! Aku percayakan DharmaKu ini kepadamu. Begitu pula dengan para Bodhisatva dan siswa-siswaKu, maupun Dharma Anuttara-Samyak-Sambodhi, beserta alamKu dengan pepohonan permata dan menara-menara permata - Semua ini Aku serahkan kepadamu. Aku serahkan pula relik-relik dari tubuhKu setelah Aku moksha. Sebarkanlah secara meluas dan muliakanlah dengan segala macam persembahan. Dirikanlah ribuan stupa untuk penempatan relik-relikKu.’
“Sesudah memberi pesan-pesan demikian kepada Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana, pada tengah malam itu juga, Ia memasuki Nirvana.
“Kemokshaan Buddha Kandravimalasuryaprabasasri membuat Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana berduka cita yang sedalam-dalamnya. Karena cinta dan rindunya terhadap Sang Guru Buddha Kandravimalasuryaprabasasri, ia segera menyediakan tumpukan kayu cendana dari pantai kawasan selatan dan dengannya mengkremasi mayatNya. Sesudah apinya padam, ia mengumpulkan relik-relikNya, menyediakan 84,000 pot-pot permata, dan mendirikan 84,000 stupa-stupa, setinggi 3 dunia, dengan tiang pusat yang berhiaskan spanduk-spanduk dan bergelantungan genta-loncengan permata.
“Kemudian Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana merenungkan lagi: ‘Meski Aku telah membuat persembahan-persembahan demikian, akan tetapi hatiku belum puas. Harus aku buat persembahan yang lebih lanjut kepada relik-relikNya.’
“Kemudian ia menyapa para Bodhisatva dan siswa-siswa, para dewata, naga, yaksha serta seluruh anggota pesamuan agung itu, seraya berkata: ‘Perhatikanlah dengan baik! Kini aku akan membuat persembahan kepada relik-relik Buddha Kandravimalasuryaprabasasri.’
“Sesudah berkata demikian dihadapan 84,000 stupa-stupa tersebut, ia membakar nyala ke 2 lengannya bersama dengan ratusan tanda-tanda karunianya selama 72,000 tahun sebagai persembahan. Hal demikian menyebabkan mereka yang menghendaki Kendaraan Sravaka, beserta asamkhyeya umat manusia yang tak terjumlah, berbodhicita akan pencapaian Anuttara-Samyak-Sambodhi, dan semuanya berhasil mencapai samadhi Sasvarupasandarsana (Penjelmaan Segala Rupa).
“Pada saat itu para Bodhisatva, dewata, manusia, asura dan lainnya yang menyaksikan hal tersebut menjadi terkejut dan bersedih hati, seraya berkata: ‘Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana adalah guru kami yang mengajar dan membina kami. Kini ia telah membakar lengannya sehingga tubuhnya tidak lagi utuh!’
“Kemudian ditengah-tengah pesamuan agung itu, Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana berikrar: ‘Aku telah mempersembahkan ke 2 lenganku. Maka aku kelak memperoleh raga keemasan Buddha. Jika ini benar dan tidak salah, maka ke 2 lenganku akan tumbuh kembali seperti semula!’
“Seketika itu ke 2 lengannya tumbuh kembali dengan sendirinya menjadi sempurna. Karena betapapun juga Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang melimpah dan mendalam. Pada saat itu alam tersebut bergoncang dalam 6 cara berbeda. Dari langit turun bertaburan bunga-bunga permata. Seluruh dewata dan manusia mengalami apa yang belum dialami sebelumnya.”
Sang Buddha berkata kepada Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna: “Bagaimanakah pendapatmu? Siapakah Bodhisatva Sarvasattvapriyadarsana ini? Ia tidak melainkan Bodhisatva Bhaisajaraja sendiri! Ia telah mempersembahkan tubuhnya sedemikian cara berulang-ulang kali hingga ratusan, ribuan, puluhan ribu koti nayuta yang tak terhitung banyaknya.
“Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna, jika seseorang telah bertekad akan pencapaian Anuttara-Samyak-Sambodhi, maka biarlah ia membakar satu jarinya atau ibu jari kakinya sebagai persembahan kepada Sang Buddha. Persembahan Dharma demikian melampaui persembahan-persembahan berupa negeri, kota, istri, anak, maupun pegunungan, hehutanan, sungai dan danau dari milyaran dunia beserta segala harta benda didalamnya (Sebab Sang Buddha tiada lagi keserahkaan. Namun Beliau berkehendak agar kita bertekad untuk mencapai KeBuddhaan). Meski seseorang memenuhi seluruh milyaran dunia dengan 7 benda berharga sebagai persembahan kepada Sang Buddha maupun kepada para Bodhisatva, Pratyekabuddha dan Arahat, akan tetapi manfaat yang diperolehnya tidak dapat menyamai mereka yang menerima dan menjunjungi Sutra Teratai ini, meski hanya 4 kalimat syair dari Sutra Teratai! Menerima dan menjunjungi Sutra Teratai menghasilkan berkah pahala yang paling melimpah! (Karena mereka kelak mencapai Anuttara-Samyak-Sambodhi)
“Wahai Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna! Diantara saluran-saluran air, sungai-sungai, hulu dan air-air lainnya, maka samodra ialah yang terdalam. Begitu pula dengan Sutra Teratai. Diantara segala Sutra yang diceramahkan oleh para Buddha Tathagata, Sutra Teratai ini ialah yang terdalam dan terkemuka. Demikian juga, diantara pegunungan, yaitu Pegunungan Bumi, Pegunungan Hitam, Pegunungan Lingkaran Besi Kecil, Pegunungan Lingakaran Besi Besar, Pegunungan 10 Harta Karun, Pegunungan lain-lainya, maka Gunung Sumeru ialah yang tertinggi. Begitu pula dengan Sutra Teratai. Diantara segala Sutra yang diceramahkan oleh para Buddha Tathagata, Sutra Teratai ini ialah yang tertinggi dan terkemuka. Demikian juga, diantara bintang-bintang, maka rembulan ialah yang paling cemerlang. Begitu pula dengan Sutra Teratai. Diantara segala Sutra yang diceramahkan oleh para Buddha Tathagata, Sutra Teratai ini ialah yang paling cemerlang dan terkemuka. Seperti halnya dengan Sang surya mentari yang dapat menyirnakan segala kegelapan, maka begitu pula dengan Sutra Teratai ini yang dapat menyirnakan segala kegelapan batin.
“Demikian juga, diantara semua raja, maka raja Cakravartin (Pemutar Roda Dharma) adalah yang termulia. Begitu pula dengan Sutra Teratai. Diantara segala Sutra yang diceramahkan oleh para Buddha Tathagata, Sutra Teratai ini ialah yang termulia dan terkemuka. Demikian juga, diantara dewata kesurgaan 33 (Surga Trayastrimsha. 32 disekeliling dan 1 ditengahnya), maka Sang Sakra adalah yang paling berkuasa. Begitu pula dengan Sutra Teratai ini yang merupakan raja dari segala Sutra. Lagi, seperti halnya raja kesurgaan Maha Brahma adalah bapak bagi segenap mahluk. Begitu pula dengan Sutra Teratai ini yang merupakan bapak bagi segenap Sravaka baik Saiksha (Pelajar) maupun Asaiksha (Terpelajar), arif bijaksana (Pratyekabuddha) dan mereka yang berbodhicita (Bodhisatva). Demikian juga, diantara seluruh umat awan, maka Srotaapanna, Sakridagamin, Anagamin, Arahat dan Pratyekabuddha adalah yang terkemuka. Begitu pula dengan Sutra Teratai. Diantara segala Sutra yang diceramahkan oleh para Buddha Tathagata, Sutra Teratai inilah yang terkemuka. Seseorang yang dapat menerima dan menjunjungi Sutra Teratai ini juga merupakan orang yang terkemuka diantara para mahluk. Demikian juga, diantara seluruh Sravaka dan PratyekaBuddha, maka Bodhisatva adalah yang terkemuka. Begitu pula dengan Sutra Teratai. Diantara segala Sutra yang diceramahkan oleh para Buddha Tathagata, Sutra Teratai ini merupakan Sutra yang terkemuka. Lagi, seperti halnya Buddha adalah raja dari segala Dharma. Begitu pula dengan Sutra Teratai. Diantara segala Sutra yang diceramahkan oleh para Buddha Tathagata, Sutra Teratai ini merupakan raja dari segala Sutra.
“Wahai Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna! Sutra ini dapat menyelamatkan segenap mahluk. Sutra ini dapat menyebabkan segenap mahluk terbebas dari segala macam derita maupun kesengsaraan. Sutra ini dapat memberi manfaat yang melimpah ruah bagi segenap mahluk, mengabulkan keinginan mereka, seperti halnya kolam jernih yang dapat memuaskan kehausan mahluk. Sutra ini bagaikan api bagi ia yang kedinginan, pakaian bagi ia yang telanjang, pemimpin bagi rombongan pedagang, ibu bagi seorang anak, perahu bagi ia yang hendak menyebrangi laut, tabib bagi seorang sakit, lampu bagi ia yang dalam kegelapan, harta karun bagi seorang miskin, raja bagi rakyat dan peta bagi pengembara laut. Sutra ini bagaikan obor yang menyirnakan segala kegelapan. Demikianlah Sutra Teratai ini. Sutra ini dapat menyirnakan segala kerisauan, segala penyakit dan derita. Sutra ini dapat melepaskan segala ikatan samsara.
“Jika seseorang mendengar Sutra Teratai ini, jika ia menulisnya sendiri serta menyebabkan orang lain menulisnya, maka manfaat yang diperolehnya tiada terukur bahkan dengan kebijaksanaan Buddha. Jika seseorang menulis Sutra Terata ini dan memuliakannya dengan bebungaan, dedupaan, kalungan, dupa bakar, bubuk dedupaan, salep dedupaan, bendera, tirai, jubah, bermacam-macam lampu seperti lampu mentega, lampu minyak, lampu haruman, lampu minyak bunga champaka, lampu minyak bunga sumana, lampu minyak bunga patala, lampu minyak bunga varshika maupun lampu minyak bunga navamalika, maka manfaat yang diperolehnya tiada batasnya (Karena ia kelak mencapai KeBuddhaan).
“Wahai Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna! Bilamana terdapat mereka yang mendengar kisah tentang Perihal Terdahulu Bodhisatva Bhaisajaraja ini, maka akan diperolehnya manfaat yang tak terbatas dan tak terhingga. Jika terdapat seorang wanita yang mendengar bab tentang Perihal Terdahulu Bodhisatva Bhaisajaraja ini, kemudian dapat menerimanya dengan penuh keyakinan serta menjunjunginya, maka ia tidak akan lagi terlahir dalam tubuh seorang wanita.
“Sesudah kemokshaanKu nanti, didalam masa akhir 500 tahun (Tahun ke 2,000-2,500 setelah meninggalnya Sang Buddha), bilamana seorang wanita mendengar Sutra ini dan melaksanakan sesuai dengan apa yang diajarkan, maka pada akhir hidupnya, ia akan segera menuju ke alam suci Damai dan Bahagia, dimana Buddha Amitayus dikelilingi oleh para Bodhisatva agung. Dan disana ia akan terlahir secara transformasi dari bunga teratai. Ia tidak akan lagi ternodai oleh ketamakan, kemelekatan, kebencian, kemarahan, kebodohan, ketidaktahuan, keangkuhan, kecemburuan dan sebagainya. Ia akan memperoleh daya gaib keBodhisatvaan dan menyadari kesunyataan akan segala perwujudan, sehingga daya penglihatannya menjadi bersih sempurna. Dengan daya penglihatan demikian, ia akan melihat Buddha Tathagata sejumlah pasir-pasir di 712 ribu koti nayuta sungai Gangga.
“Pada saat itu para Buddha Tathagata akan bersama-sama memujinya dari kejauhan, seraya berkata: ‘Bagus sekali, bagus sekali, putera baik! Ditengah-tengah masa Dharma Buddha Shakyamuni, engkau dapat menerima, menjunjungi, membaca, menghafalkan dan merenungkan Sutra ini, serta memakluminya kepada para mahluk. Berkah pahala yang engkau peroleh tiada batasnya, tiada akan terbakar oleh api (kebencian) maupun terhanyut oleh air (keserahkaan). Demikianlah manfaat berkah pahalamu sehingga seribu Buddha pun tidak dapat tuntas mentuturkannya. Kini engkau telah berhasil menaklukkan mara maupun tentaranya mara. Segala permusuhan dan dendam terhadapmu telah sirna (Penagih utang karma telah memaafkannya). Wahai putera baik! Seratus, seribu Buddha akan bersama-sama melindungimu. Diantara seluruh dunia para dewata dan manusia, tiada yang dapat menyamaimu. Terkecuali Sang Tathagata, tiada Sravaka, Pratyekabuddha maupun Bodhisatva yang dapat menyamai daya kebijaksanaan dan tingkat samadhimu!’
“Wahai Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna! Demikianlah manfaat dan daya kebijaksanaan yang diraih olehnya.
“Bilamana terdapat seseorang yang mendengar bab tentang Perihal Terdahulu Bodhisatva Bhaisajaraja ini, kemudian dapat menerimanya dengan penuh gembira serta memujinya, maka dikehidupan ini juga mulutnya akan senantiasa menebarkan haruman bunga teratai biru dan pori-pori dari seluruh tubuhnya akan senantiasa menebarkan haruman kayu cendana. Demikianlah manfaat berhak pahalanya .
“Wahai Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna! Kini Aku percayakan kepadamu bab tentang Perihal Terdahulu Bodhisatva Bhaisajaraja ini. Sesudah kemokshaanKu nanti, didalam masa akhir 500 tahun (Masa sekarang ini), sebarluaskanlah keseluruh Jambudvipa (Dunia Saha ini) dan janganlah sampai terputus. Jangan sampai mara kejahatan serta tentaranya mara, para dewata, naga dan yaksha kejahatan maupun iblis khumbhanda memperoleh kesempatannya!
“Wahai Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna! Lindungilah Sutra ini dengan daya kekuatan gaibmu. Mengapa? Karena betapapun juga Sutra ini merupakan obat bagi segala macam penyakit didalam Jambudvipa. Jika seseorang terjangkit penyakit dapat mendengar Sutra ini, maka penyakitnya akan segera sembuh. Ia tidak akan mengalami usia tua ataupun kematian.
“Wahai Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna! Bilamana engkau melihat seseorang yang menerima dan menjunjungi Sutra ini, maka muliakanlah ia dengan segala macam bebungaan dan wewangian. Kemudian renungkanlah demikian: ‘Tidak lama lagi, orang ini akan maju ke Teras KeBodhian dan menaklukkan tentaranya mara. Kemudian ia akan meniup nafiri Dharma, menabuh genderang Dharma serta membebaskan segenap mahluk dari lautan samsara!’
“Oleh karenanya, ketika melihat seseorang menerima dan menjunjungi Sutra ini, maka berilah ia penghormatan dan sanjungan yang sedemikian.”
Ketika bab tentang Perihal Terdahulu Bodhisatva Bhaisajaraja ini diceritakan, 84 ribu Bodhisatva mencapai dharani Pemahaman Segala Bahasa. Dari tengah-tengah langit, Buddha Prabhutaratna memuja Bodhisatva Naksatrarajasankusumitabhigna, seraya berkata: “Bagus sekali, bagus sekali, Sang Naksatraraja! Engkau telah meraih manfaat berkah pahala yang tak terhingga dalam mempertanyakan Buddha Shakyamuni mengenai peristiwa ini, sehingga menguntungkan para mahluk yang tiada hitungan (Mahluk-mahluk pada saat itu, sekarang dan mendatang)!”